Jumat, 05 Maret 2010

Mata Kuliah : Sosiologi dan Politik

Dosen : Muhamad Burhan Amin

Topik Tugas : Masalah Sosial Sebagai Inspirasi Perubahan (Kasus Kemiskinan) Dan Upaya Pemecahanya

Kelas : 1 EB 18

Dateline Tugas :06 Maret 2010

Tanggal Penyerahan Tugas : 06 Maret 2010

PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini kami dibuat sendiri tanpa meniru atau mengutip dari tim / pihak lain.

Apabila terbukti tidak benar , kami siap menerima konsekuensi untuk mendapat nilai 1/100 untuk mata kuliah ini.

Penyusun

NPM

NAMA LENGKAP

TANDA TANGAN

27209043

NOVIA WULANDARI

Program Sarjana Akuntansi dan Manejemen

UNIVERSITAS GUNADARMA

Tahun 2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala kemampuan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas Makalah Sosiologi dan Politik ini . Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui kasus kemiskinan yang ada di Negara kita ini. Dan sebagai tugas softskiil yang diberikan oleh bapak M. Burhan Amin.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, dan dijadikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Penulis menyadari dalam pembuatan Makalah ini memiliki banyak kekurangan , maka penulis mengharapkan kepada pembaca memberikan kritik dan saran nya kepada penulis yang bersifat membangun untuk dapat memperbaiki kearah yang lebih sempurna.

Bekasi , 06 Maret 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Lembar Judul……………………………………………………………...... 1

Kata Pengantar ……………………………………………………………... 2

Daftar isi……………………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................4

BAB II ISI.................................................................................................. 5

A . Intensitas dan komleksitas Masalah....................................... 5

B. Latar Belakang Masalah........................................................ 6

C . Penangan Masalah Berbasis Masyarakat .............................. 8

1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif................. 9

2. Pemanfaatan Modal Sosial................................................... 9

3. Pemanfaatan Institusi Sosial:................................................ 11

a. Organisasi Masyarakat...................................................... 11

b. Organisasi Swasta............................................................. 11

c. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial........... 11

d. Kerja sama ....................................................................... 11

D . Upaya Penangan Masalah...................................................... 12

BAB III PENUTUP....................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14

BAB 1

PENDAHULUAN

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.

Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.

BAB II

ISI

A. Intensitas dan kompleksitas Masalah

Pada awalnya kemiskinan selalu dikaitkan dengan faktor ekonomis, yang dinyatakan dalam ukuran tingkat pendapatan (income) atau tingkat konsumsi individu atau komunitas. Lembaga donor internasional seperti Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia (ADB), sebagai contoh, pada periode sebelumnya menggunakan tingkat pendapatan $ 1 per hari sebagai batas proverty line . Sementara di negara-negara berkembang kemiskinan diukur dengan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, yang dinyatakan dalam ukuran kebutuhan hidup minimum atau kebutuhan kalori. Pandangan di atas jelas berimplikasi pada pendekatan yang digunakan untuk mengentaskan kemiskinan tersebut. Seperti banyak diterapkan di negara-negara berkembang umumnya upaya pengentasan kemiskinan dilakukan dengan pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi. Para pengambil keputusan memandang pertumbuhan output nasional dan regional yang dinyatakan dalam pendapatan perkapita atau GNP dapat mendorong kegiatan ekonomi lainnya (multiplier effect), yang pada gilirannya menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan peluang berusaha. Bila skenario ini berjalan sesuai asumsi tersebut, kemiskinan secara tidak langsung dapat dientaskan. Namun pengalaman menunjukkan peningkatan produk domestik bruto (GNP) tidak dengan sendirinya membawa peningkatan standar hidup masyarakat secara keseluruhan maupun individu. Ada dua alasan mengapa hal tersebut tidak berlaku. Pertama, umumnya pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi sehingga secara komparatif tidak memberikan peningkatan taraf hidup secara signifikan. Selanjutnya, adanya ketidakadilan dan struktur ekonomi yang tidak berpihak kepada kaum miskin, membuat output pertumbuhan tersebut tidak terdistribusi secara. merata. Teori trickle down effect yang mendasari kebijakan di atas tidak berlaku sepenuhnya. Kemakmuran tersebut umumnya hanya akan "menetes" kepada lapisan masyarakat tertentu yang secara komparatif memiliki pengetahuan, ketrampilan, daya saing, dan absorptive eapacity yang lebih baik. Sementara mereka yang benar-benar miskin dan mengalami apa yang disebut kemiskinan absolut jarang mengenyam hasil pembangunan tersebut. Bahkan,sering pembangunan justru membuat mereka mengalami marginalisasi, baik fisik maupun sosial. Gagal dengan pendekatan trickle down effect tersebut, upaya pengentasan kemiskinan selanjutnya diarahkan dengan pola bantuan langsung Tapi di sini muncul implikasi baru. Pada satu sisi bantuan tersebut memang dapat efektif mencapai sasaran, tapi pada sisi lain input eksternal tanpa adanya perkuatan sosial (social strengthening) sering menimbulkan ketergantungan dan mematikan kreasi dan inovasi masyarakat. Persoalan lain ditemui dalam penentuan target group. Banyak kontroversi dalam berkaitan dengan pemilahan kelompok sasaran tersebut. Sebagian mengatakan bahwa proyek kemiskinan harus diperuntukkan bagi kaum miskin sendiri. Tapi di sisi lain banyak program pengentasan kemiskinan yang gagal karena tidak mendapatkan dukungan dari komponen masyarakat lainnya. Antusiasme pemerintah untuk menangani masalah kemiskinan juga terbentur kenyataan bahwa mereka umumnnya inarticulate secara politik, Sebagian besar penduduk miskin tinggal didesa-desa yang terpencil atau perkampungan kumuh perkotaan sehingga terlihat oleh elit pemerintah.lebih jauh mereka terorganisir dengan baik sehingga tidak mampu menyatakan pandangan dengan jelas kepada pemerintah. Perpecahan di antara mereka serta tidak adanya juru bicara yang dikenal dan dipercaya umum lebih lanjut memperlemah kepentingan mereka secara politik.

B. Latar Belakang Masalah

Untuk memahami masalah kemiskinan lebih lanjut perlu diketahui dan ditelusuri latar belakangnya. Dengan memahami latar belakangnya akan lebih mudah diidentifikasi sifat, keluasan dan kedalaman masalahnya. Dalam proses berikutnya, pemahaman latar belakang masalahnya ini juga akan sangat bermanfaat guna menentukan langkah-langkah sebagai upaya menanganinya.

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.

JENIS-JENIS KEMISKINAN DAN DEFINISINYA

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut

v Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.

v Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan.Tingkat dan laju pertumbuhan output,Tingkat upah neto, Distribusi pendapatan, Kesempatan kerja, Tingkat inflasi, Pajak dan subsidi, Investasi Alokasi serta kualitas SDA, Ketersediaan fasilitas umum, Penggunaan teknologi Tingkat dan jenis pendidikan, Kondisi fisik dan alam, Politik, Bencana alam dan Peperangan.

C.Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat

Apabila studi masalah sosial dianggap sebagai suatu proses, maka penanganan kemiskinan sebagai salah satu bentuk masalah sosial selalu terkait dengan pemahaman terhadap latar belakang atau faktor-faktor yang di anggap sebagai sumber masalah.Strategi dan pendekatan dalam nenangani masalah akan sangat di tentukan oleh pendekatan yang sangat di tentukan oleh pendekatan dalam menangani masalah akan sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan dalam memahami latar belakang masalanya.Sebagaimana sudah di uraikan sebelumnya maka strategi pembangunan masyarakat dalam menangani kemiskinan akan sangat di pengaruhi oleh pendekatan dalam memahami latar belakang dari sumber masalahnya.

1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif

Dalam hal ini upaya pembangunan masyarakat akan lebih di titik beratkan pada peningkatan kualitas manusianya sehingga dapat berfungsi lebih efektif dalam upaya peningkatan taraf hidupnya.Sementara itu apabila kemiskinan dianggap merupakan akibat dari kelemahan struktur dan sistem maka strategi penanganan kemiskinan lebih di titik beratkan pada perubahan sistem dan perubahan struktural.Di samping itu perubahan struktural juga di maksudkan sebagai upaya pemberdayaan lapisan miskin sehingga akan memberi peluang yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam posisi tawar.

2. Pemanfaatan Modal Sosial

Dalam kaitannya dengan pembangunan masyarakat desa, Long (1977: 144) mengetegahkan adanya dua pendekatan utama.pendekatan ini tidak melakukan perubahan mendasar dalam sistem dan struktur sosial sehingga memungkinkan kesinambungan dan bertahannya institusi sosial dan sistem pemilikan tanah.Di banding pertanian pendekatan ini pernah diimplementasikan secara luas dalam bentuk revolusi hijau, yang di indonesia salah satunya dalam program bimas dam inmas.Dengan cara tersebut dapat terwujud dengan adanya redistribusi penguasaan resources yang memungkinkan berkurangnya konsentrasi penguasaan pera petani, dapat bekerja bagi tanah miliknya sendiri.

Kecenderungan tersebut juga menjadi bahan pemikiran berbagai lembaga penyandang dana internasional yang memberikan bantuan pembangunan kepada negara-negara sedang berkembang. Mereka mengharapkan agar bantuan tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk kelompok sasaran lapisan masyarakat yang paling membutuhkan yaitu mayoritas penduduk miskin. Untuk maksud tersebut selama dasawarsa 1970-an muncul tiga strategi dasar.

3 strategi dasar tersebut adalah :

- Bantuan di salurkan ketempat mayoritas penduduk miskin melalui program pembangunan desa terpadu

- Bantuan dipusatkan untuk mengatasi cacat standar kehidupan orang-miskin melalui program bantuan dasar manusia

- Bantuan dipusatkan kepada kelompok yang mempunyai ciri-ciri sosioekonomi melalui proyek yang sengaja dirancang untuk masyarakat khusus tertentu.(Rondiinelli,1990:91).
Berbicara tentang strategi pembangunan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan, agar lebih mengenai pada sasaran dan menyentuh kepentingan dan permasalahan langsung lapisan miskin, maka tidak dapat diabaikan persoalan parisipasi mereka dalam proses pembangunan yang dijalankan. Melalui partisipasi ini maka lebih dapat diharapkan lapisan miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi ikut serta menentukan program yang dianggap paling cocok bagi mereka. Sehubungan dengan itu Kramer (1969:4) mengemukakan 4 bentuk partisipasi lapisan miskin dalam program pengentasan kemiskinan khususnya melalui suatu model yang disebut Community Action Programs (CAP).


Bentuk yang pertama merupakan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan program yang akan dijalankan.
Dengan keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, diharapkan kepentingan dan permasalahan lapisan miskin ini akan dapat tercermin dalam program yang dibuat. Dalam kapasitas ini, perwujudannya dapat berupa representasi wakil-wakil mereka dalam suatu kalisi bersama antara agen-agen pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan pimpinan elemen-elemen penting dalam masyarakat.

b. Organisasi Swasta

Dasar pemikirannya adalah sebagai kelompok sasaran, lapisan miskin akan berkedudukan sebagai konsumen program. Oleh sebab itu, agar program yang ditawarkan betul-betul sesuai dengan kebutuhan dan persoalan kelompk sasaran, maka mereka perlu didengar pendapat dan saranya terutama tentang kebutuhan dan kepentingan serta aspirasinya yang betul-betul rii

c. Optimalisasi kontribusi dalam pelayanan sosial

Menitikberatkan pada keterlibatan dalam gerakan sosial. Bentuk ini barangkali paling radikal dan kontroversial dibandingkan bentuk yang lain. Dalam konsep ini lapisan miskin dilihat sebagai pihak yang tidak berdaya. Oleh sebab itu, agar mereka dapat ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dibutuhkan stimulasi dan dukungan agar dapatmenjadi pressure group yang efktif.

d. Kerja Sama dan Jaringan

Bentuk yang paling tidak kontroversial, berupa keterlibatan lapisan miskin di dalam berbagai pekerjaan. Salah satu dasar pertimbangannya adalah bahwa mereka untuk dapat melakukan pekerjaan guna meningkatkan pendapatan.

  1. Upaya Penanganan Masalah

Untuk mendorong perekonomian rakyat, banyak para ahli yang menyarankan agar paket-paket deregulasi dapat secara langsung membantu atau mendorong tumbuhnya perekonomian rakyat, sekaligus untuk mengatasi kesenjangan antara golongan ekonomi kuat dengan golongan ekonomi lemah. Untuk itu, selain perlunya peranan pemerintah, maka pengembangan keswadayaan masyarakat juga penting artinya. Pengembangan keswadayaan masyarakat selain memerlukan kebijakan publik yang menyentuh kepentingan masyarakat, inisiatif dari bawah, yang berasal dari masyarakat, juga diperlukan. Program perkreditan, seperti Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Umum Pedesaan (Kupedes), dan program perkreditan lainnya yang melekat dengan program BIMAS dan INMAS merupakan bagian dari usaha menggerakkan ekonomi rakyat. Namun hal tersebut masih perlu dikembangkan dan masih memerlukan kajian, terutama yang menyangkut efektifivitasnya. Kebijakan perkreditan untuk golongan ekonomi lemah ini sering mendapat kritikan, terutama faktor bunga yang terlalu tinggi atau bunga terlalu rendah, sehingga tidak mendorong petani untuk menggunakan fasilitas kredit tersebut untuk meningkatkan usaha produktif. Kebijakan ekonomi makro juga mempengaruhi proses pemerataan adalah kebijakan di sektor perpajakan. Pertanyaan yang sering muncul adalah sejauh mana kebijakan di sektor perpajakan dapat mengurangi beban golongan ekonomi lemah dan sejauh mana pengalokasian penerimaan pajak dalam program-program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan. Sistem perpajakan progresif yang telah diberlakukan dinilai positif untuk dikembangkan terus, karena selama ini kebijakan sektor tersebut dianggap masih belum adil. Sebagai contoh, golongan masyarakat miskin membayar pajak hampir sama dengan masyarakat yang Tingkat pengehasilanya sekitar sepuluh kali lipat.Proyek-proyek Inpres juga merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong program pengentasan kemiskinan, namun efektivitas dan manfaatnya terhadap golongan masyarakat miskin masih perlu ditingkatkan.

BAB III

PENUTUP

Jadi dapat disimpulkan kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . dan jenis kemiskinan dapat dibagi 2 yaitu : a.) Kemiskinan Relatif b.) Kemiskinan Absolut. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

· Gambaran kekurangan materi

· Gambaran tentang kebutuhan sosial

· Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.

Penanganan kemiskinan memerlukan keterlibatan semua fihak. Lintas fungsi maupun lintas sektor. Oleh karena itu, upaya sinergi perlu terus dilakukan agar tidak terjadi saling tumpang tindih dalam penanganannya. Tentunya langkah awal ke arah itu dapat dilakukan dengan mendasarkan pada data penyandang miskin yang riil dan valid. Dengan tersedianya data yang jelas dan akurat diharapkan mampu merangsang keterlibatan seluruh komponen bangsa untuk terlibat aktif dalam penanganan kemiskinan. Semoga segala upaya kita menangani kemiskinan semakin hari semakin mampu membawa pada kejayaan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Garis_kemiskinan

http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

http://laely-widjajati.blogspot.com/2010/01/unsur-unsur-sistem-sosial.html

http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&q

http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=992

Soetomo , MASALAH SOSIAL DAN UPAYA PEMECAHANNYA. Penerbit Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar